DELI SERDANG | Kondisi Lahan Objek Landreform Thn 1968 seluas 321 Ha yg terletak di Desa Lau Barus Baru Kec. STM Hilir Deli Serdang sebagian masih dikuasai Para Petani dan sebagian lagi dikuasi Perusahan Sawit Milik Negara. Kamis,(01/06/2023)
Tanah Landrefrom berdasarkan SK Gubernur Sumut Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara Di Medan No. SK : 2 /HM / LR / 1968, tgl 19 Maret 1968,
Temuan itu menjadi perhatian Aliansi Masyarakat Indonesia Sekitar Perkebunan(ALMISBUN) dan Masyarakat Peduli Agraria(MASPERA) yang turun pada Jumat, 26/ 5/2023.
Sekitar pukul 11.00 wib sampai diareal lahan para petani, kita melihat peruntukan digunakan nanam ubi, jagung, dan tanaman palawija lainnya silahan seluas 52 Ha.
Tragedi Kekejaman dan Memberendel terjadi Tahun 2017, lahan dan 30 rumah/pondok petani habis disapu rata oleh pihak PTPN II Kebun Lima Mungkur yang tersisa hanya musholla yang belum berfungsi.
Sewaktu diareal Indra Mingka bertanya dengan salah seorang yg merupakan ahli waris dari Petani sebagai Subjek Tanah Landreform, dalam keteranganya sekitar 2 Ha lahan milik kakeknya yang dulu digunakan sebagai lahan pertanian,
Awak media saat mewawancarai seseorang sebagai ahli waris dari beliau menerangkan bahwa lahan itu dulu emang digunakan untuk bercocok tanam sekitar tahun 1968.
Menurut keterangan lebih lanjut sekita 1968 sampai dengan 1978 di areal objek landrefrom yang dikuasai petani dibabat dan dirampas secara paksa oleh pihak kebun dengan tuduhan isu PKI,
Para Petani waktu itu tidak mampu mempertahankan haknya atas perampasan itu hanya bisa mengelus dad dan berlinang air mata,
Indra Mingka ketua Almisbun Deli Serdang, “Tapi hari ini kita melihat kita dipersulit, kita tidak diterima bahkan disuruh lagi kita membuat surat makanya kita sangat kecewa, sangat kecewa dengan Bupati Deli Serdang Ashari Tambunan yang membuat aturan pengunjukrasa dipersulit dalam menyampaikan aspirasi, makanya kami tidak akan berhenti, Kita akan lanjut berikutnya, kita akan membawa massa lebih besar lagi, kita akan bawa dari objek Bangu rejo, dari Helvetia, dari Sampali, dari Hamparan Perak kita akan gabung semua dengan kekuatan, biar rakyat turun ribuan orang kekantor bupati ini, kami tidak akan tinggal diam dan kami akan mempertahankan Sejengkal Tanah milik rakyat tanah Landreform yang bukan tanah milik PTPN2”. Ucapnya tegas
Lanjutnya lagi “Dan kami meminta kepada bupati, tolong hentikan dengan kekuasaannya, hentikan pekerjaan PTPN2 untuk pembersihan, membrendel lahannya masyarakat, itu yang pertama, yang kedua dudukan hak-hak petani Landreform atau subjeknya yang sudah meninggal tentu ahli waris nya, klau tidak ada ahli waris nya, mungkin hak nya sudh dipindahkan, dan hak petani lainnya yang sah secara hukum, makanya tanah tanah itu harus dipertahankan, dan kami tegaskan, itu bukan tanah milik PTPN 2, sejarah telah membuktikan dari 1968 ke 1978, yang adakan pemaksaan, yang ada disitu pemberendelan, yang ada disitu itu menakut nakuti intimidasi ya rakyat lari, petani lari, yang paling lucunya lagi siapa yang punya tanah objek Landreform Dituduh PKI, inikan luar biasa masyarakat dituduh begitu”. Sambung Indra Mingka dengan marah dan kecewa
ALMISBUN & MASPERA akan menggali informasi Atas kejadian masa lalu untuk memastikan perpindahan Hak objek Landrefrom dari Petani ke Perusahaan Sawit Milik Negara sudah sesuai dengan aturan hukum atau sebaliknya terjadi Perbuatan Melawan Hukum.
Nugroho Wicaksono sebagai koordinator aksi, ber-orasi di depan kantor Bupati Deli Serdang “Bupati tidak mau menerimanya kami masuk untuk menemuinya, Bupati bukan orang yang demokratis tidak mau menerima aspirasi rakyat Deli Serdang ini jadi catatan jelek bagi demokrasi, rakyatnya sendiri yang hari ini ditindas oleh BUMN PTPN Negeri ll, rakyatnya di desa lau barus hari ini ditindas, Bupati nya peta, buta dan tuli terhadap aspirasi rakyatnya”. Ucapnya ber-orasi.
Ahli Waris Irawati Tarigan anak dari Ngajom Tarigan, mengatakan “kami mempunyai lahan di situ tapi sekarang kok malah se-enaknya diambil PTPN2”. Ucapnya
Lain dari ahli waris Mario anak dari orang tuanya yang bernama Mujiono, juga mengatakan “saya beladang di ladang peninggalan bapak saya pada tahun 1968 sampai sekarang, nah.. ini kok tiba tiba malah di berendel semua ladang saya, miris saya melihatnya, pak bupati tolong kami”. Ucapnya sambil menangis
“Mereka sudah tinggal disana sebelum tahun 1968 yang namanya bapak Mujiono, bapak Mario lahir dan besar di situ, mohon kepada pemerintah supaya itu diulang kembali di ungkit kembali agar PTPN2 menghentikan okupasi agar PTPN2 ini memberikan hak rakyat, hargailah rakyat karena ada rakyat ada negara tanpa ada rakyat tidak ada negara jadi mohon betul-betul Pancasila undang-undang dasar 45 dan pembukaan itu benar-benar dijalankan”. Ujar Nur Syamsiyah
Reporter: Asril